Kuliner merupakan hasil olahan bahan makanan dalam bentuk masakan berupa lauk-pauk atau lain sebagainya. Kuliner tidak terlepas dari kegiatan masak-memasak yang erat kaitannya dengan konsumsi makanan sehari-hari. Kata kuliner merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu culinary yang artinya berhubungan dengan dapur atau masakan. Jika dicari dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata kuliner mungkin tidak ditemukan. Tapi suatu yang jelas dan pasti serta umum diketahui masyarakat adalah bahwa ketika mendengar kata kuliner, pasti sudah erat kaitannya dengan masakan.
Pada kesempatan kali ini, Anak Pantai akan membagikan artikel tentang Kuliner Tradisional Manggarai yaitu Darang. Seperti apa makananya, bagaimana cara membuatnya, mari kita simak artikel berikut ini.
DARANG (KULINER TRADISIONAL MANGGARAI)
SIPRIANUS ARIS
Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia - FKIP - Universitas Papua
Pos-el: ariessipriano@gmail.com
SIPRIANUS ARIS
Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia - FKIP - Universitas Papua
Pos-el: ariessipriano@gmail.com
Di Manggarai, terdapat begitu banyak makanan khas yang hampir tidak semua orang Manggarai tahu. Hal itu disebabkan oleh kurangnya kepedulian terhadap kuliner daerah, baik orang Mangarai sendiri maupun dari luar daerah Manggarai. Orang Manggarai tidak menyadari bahwa itu adalah sebuah kekayaan yang menjadi ciri khas suatu daerah. Salah satu dari sekian banyak makanan khas yang berasal dari daerah Manggarai adalah darang. Darang merupakan masakan khas yang sudah ada sejak zaman nenek moyang orang Manggarai hidup di pegunungan.
Secara etimologis, kata darang mengacu pada bahan dasar pembuatan yaitu darah dan daging. Daging yang diambil biasanya bagian tubuh tertentu dari hewan seperti hati, usus, dan jantung dan daging bagian perut dari binatang yang disembelih seperti babi, sapi, kerbau, dan binatang lainnya yang ukurannya lebih besar dari ayam.
Kenapa daging tertentu saja yang dijadikan bahan dasar dalam pembuatan darang? Kenapa bukan semua daging dari tubuh binatang itu yang dijadikan bahan utamanya. “Dahulu kala, nenek moyang orang Manggarai suka berburu babi hutan dan rusa. Hasil buruan itu disembelih untuk diambil darah dan dagingnya. Mereka memisahkan antara daging yang lembut seperti yang sudah disebutkan diatas dan daging yang agak keras seperti daging paha dan dada dari hewan hasil buruan itu. Karena ketika dimasak daging yang sifatnya lunak akan cepat matang dan akan hancur bila terlalu lama dimasak dibandingkan dengan daging pada bagian tubuh lainnya yang lebih keras. Karena kehidupan mereka di pegunungan yang kaya akan rempah-rempah seperti kelapa dan kemiri maka diambilah rempah-rempah itu untuk dijadikan bumbu masakan. Perpaduan daging dan rempah-rempah itu kemudian menghasilkan makanan disebut dengan nama darang”
Namun uniknya, terdapat perbedaan nama antara darang yang berbahan dasar darah dan daging hewan yang dipelihara oleh manusia dan hewan yang hidup di alam bebas (hutan) seperti babi hutan dan rusa. Darang yang berbahan dasar darah dan organ tubuh hewan hutan disebut dojang. Untuk lebih mudah dipahami, darang dihasilkan dari hewan peliharaan sedangkan dojang dari hewan hasil buruan. Jadi,0 dojang yang berkembang terlebih dahulu dari darang. Baik dojang maupun darang adalah masakan yang sama. Proses pembuatan darang dan dojang sama, hanya sumber bahan dasar dan waktu penyajiannya saja yang berbeda.
Proses pembuatan dojang berbeda dengan memasak daging pada umunya. Darah dan daging hewan yang disembelih dimasak hingga matang (darah akan mengental setelah dimasak dan berubah warna dari merah menjadi coklat-kehitaman). Setelah matang, daging dicincang hingga menjadi halus lalu dicampurkan dengan jantung pisang yang juga sudah dimatangkan (jika ada) dan kelapa parut (bumbu khas yang sering digunakan) ditambah dengan bumbu dapur lainnya seperti bawang merah (dulunya tidak menggunakan bawang, karena bumbu ini tidak tumbuh semabarangan di hutan. Setelah mengenal bawang barulah bumbu ini ditambahkan), kemiri, cabai, garam, dan penyedap rasa. Setelah itu, semua bahan diaduk hingga merata kemudian ditumis. Masakan khas orang Manggarai biasanya tidak pernah terlepas dari kelapa (santan/kelapa parut) dan kemiri.
Dulunya darang hanya disajikan sebagai makanan sukacita (rasa syukur) atas hasil buruan dan hanya dinikmati oleh keluarga si pemburu. Seiring berjalannya waktu, cara penyajian darang berubah, dari yang biasanya dalam lingkup kecil (keluarga) menjadi menu untuk acara-acara umum yang mengharuskan penyembelihan hewan-hewan yang tersebut diatas seperti penyambutan tahun baru, peresmian rumah adat (kerbau atau sapi, ataukuda), ucapan syukur atas hasil panen, pembukaan lahan kebun baru, perkawinan, dan upacara kematian (babi dan/atau anjing).
Sekian artikelnya, semoga bermanfaat...
Secara etimologis, kata darang mengacu pada bahan dasar pembuatan yaitu darah dan daging. Daging yang diambil biasanya bagian tubuh tertentu dari hewan seperti hati, usus, dan jantung dan daging bagian perut dari binatang yang disembelih seperti babi, sapi, kerbau, dan binatang lainnya yang ukurannya lebih besar dari ayam.
Kenapa daging tertentu saja yang dijadikan bahan dasar dalam pembuatan darang? Kenapa bukan semua daging dari tubuh binatang itu yang dijadikan bahan utamanya. “Dahulu kala, nenek moyang orang Manggarai suka berburu babi hutan dan rusa. Hasil buruan itu disembelih untuk diambil darah dan dagingnya. Mereka memisahkan antara daging yang lembut seperti yang sudah disebutkan diatas dan daging yang agak keras seperti daging paha dan dada dari hewan hasil buruan itu. Karena ketika dimasak daging yang sifatnya lunak akan cepat matang dan akan hancur bila terlalu lama dimasak dibandingkan dengan daging pada bagian tubuh lainnya yang lebih keras. Karena kehidupan mereka di pegunungan yang kaya akan rempah-rempah seperti kelapa dan kemiri maka diambilah rempah-rempah itu untuk dijadikan bumbu masakan. Perpaduan daging dan rempah-rempah itu kemudian menghasilkan makanan disebut dengan nama darang”
Namun uniknya, terdapat perbedaan nama antara darang yang berbahan dasar darah dan daging hewan yang dipelihara oleh manusia dan hewan yang hidup di alam bebas (hutan) seperti babi hutan dan rusa. Darang yang berbahan dasar darah dan organ tubuh hewan hutan disebut dojang. Untuk lebih mudah dipahami, darang dihasilkan dari hewan peliharaan sedangkan dojang dari hewan hasil buruan. Jadi,0 dojang yang berkembang terlebih dahulu dari darang. Baik dojang maupun darang adalah masakan yang sama. Proses pembuatan darang dan dojang sama, hanya sumber bahan dasar dan waktu penyajiannya saja yang berbeda.
Proses pembuatan dojang berbeda dengan memasak daging pada umunya. Darah dan daging hewan yang disembelih dimasak hingga matang (darah akan mengental setelah dimasak dan berubah warna dari merah menjadi coklat-kehitaman). Setelah matang, daging dicincang hingga menjadi halus lalu dicampurkan dengan jantung pisang yang juga sudah dimatangkan (jika ada) dan kelapa parut (bumbu khas yang sering digunakan) ditambah dengan bumbu dapur lainnya seperti bawang merah (dulunya tidak menggunakan bawang, karena bumbu ini tidak tumbuh semabarangan di hutan. Setelah mengenal bawang barulah bumbu ini ditambahkan), kemiri, cabai, garam, dan penyedap rasa. Setelah itu, semua bahan diaduk hingga merata kemudian ditumis. Masakan khas orang Manggarai biasanya tidak pernah terlepas dari kelapa (santan/kelapa parut) dan kemiri.
Dulunya darang hanya disajikan sebagai makanan sukacita (rasa syukur) atas hasil buruan dan hanya dinikmati oleh keluarga si pemburu. Seiring berjalannya waktu, cara penyajian darang berubah, dari yang biasanya dalam lingkup kecil (keluarga) menjadi menu untuk acara-acara umum yang mengharuskan penyembelihan hewan-hewan yang tersebut diatas seperti penyambutan tahun baru, peresmian rumah adat (kerbau atau sapi, ataukuda), ucapan syukur atas hasil panen, pembukaan lahan kebun baru, perkawinan, dan upacara kematian (babi dan/atau anjing).
Sekian artikelnya, semoga bermanfaat...
Post a Comment
Jangan lupa tinggalkan komentar. Kritiklah sesuka Anda!