September 2018 | Anak Pantai

Contoh Kajian Buku Teks Bahasa Indonesia Kelas X #1

Buku teks Bahasa Indonesia untuk SMA dan MA kelas X  merupakan buku sekolah elektronik (BSE) yang berisi 10 pelajaran. Dua  dari sepuluh pelajaran yang tersedia akan saya kaji kesesuaian isi antara tema/bab dengan pokok bahasan, pokok bahasan dengan subpokok bahasan, serta akan dikaji berdasarkan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) sesuai kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Tujuan mengkaji konten buku ini adalah untuk mencari tahu kekurangan yang menjadi kelemahan dan kelebihan yang menjadi keunggulan buku. Hasil kegiatan ini akan mengarah pada simpulan layak dan tidaknya buku dipakai sebagai referensi belajar peserta didik.

Kedua bab itu antara lain “Pelajaran 1: Budaya Nusantara” dan “Pelajaran 2 Kesehatan Kita”. Dari dua pelajaran yang dikaji, empat aspek kebahasaan (mendengar, berbicara, membaca, menulis) dan bidang sastra dan linguistik sudah terintegrasi ke dalamnya. Oleh krena itu, pada pembahasan berikut ini, saya hanya akan mencari tahu kesesuaian topik, pokok bahasan, dan subpokok bahasan, serta memilah topik, pokok bahasan, dan subpokok bahasan itu ke dalam dua kelompok besar yaitu sastra dan linguistik secara berturut-turut.

Pelajaran 1: Budaya Nusantara
Tema tentang “Budaya Nusantara” ini berisi/memuat 4 aspek kebahasaan, diantaranya mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Kemudian 4 aspek kebahasaan itu diuraikan ke dalam beberapa pokok bahasan yang meliputi:
A. Mendengarkan siaran radio/televisi;
B. Memperkenalkan diri dan orang lain dalam forum resmi;
C. Membaca cepat teks non sastra; dan
D. Menulis Paragraf Naratif.

Berikut ini akan diuraikan mengenai pokok bahasan ke dalam sub-subpokok bahasan.

Mendengarkan Siaran Radio/Televisi
Untuk pokok bahasan A, yakni “Mendengarkan Siaran Radio”, di dalamnya hanya memuat/berbicara mengenai linguistik, sedangkan sastranya tidak dibahas.  Selanjutnya, pokok bahasa ini diuraikan menjadi  beberapa subpokok bahasan yang memaparkan pokok bahasan, yaitu (1) teknik mendengarkan siaran radio. Bagian ini (teknik mendengarkan siaran radio) menjelaskan tentang hal-hal yang perlu dilakukan dalam mendengarkan radio, misalnya berkosentrasi, mendengar dengan sekasama dan utuh, menulis kata kunci dan pokok isi berita, dan lain-lain; (2) menanggapi isi dari siaran berita memeberikan kesempatan sekaligus tugas bagi peserta didik untuk dapat menilai berita yang didengarkan dengan cara yang santun; dan (3) berlatih menanggapi berita. Pada bagian ini peserta didik diberikan tugas untuk berlatih memberikan tanggapan terhadap berita. Terdapat contoh berita dan tabel yang memberikan arahan bagi siswa untuk dapat mengerjakannya.

Memperkenalkan Diri dan Orang Lain dalam Forum Resmi
Pokok bahasan “Memperkenalkan Diri dan Orang Lain dalam Forum Resmi” berisi/membahas tentang: (1) cara memperkenalkan orang lain. Pada bagian ini diberikan contoh pada saat diskusi atau rapat; (2) memperkenalkan diri sendiri yaitu cara menyampaikan identitas kepada orang lain atau khalyak ramai.
Kedua subpokok bahasan di atas masuk ke dalam ranah linguistik dan juga tidak mengandung unsur sastra seperti pada pokok bahasan A. Untuk menguji pemahaman peserta didik tentang pokok bahasan ini, pada akhir materi diberikan tugas mengerjakan latihan dalam bentuk kelompok.

Membaca Cepat Teks Nonsastra
Berbeda dengan 2 pokok bahasan sebelumnya, pada bagian C ini tidak hanya menjelaskan tentang tentang unsur linguistik tetapi juga sastra. Pada subpokok bahasan C, peserta didik diharapkan dapat menemukan ide pokok dari teks nonsastra yang dibaca dengan teknik membaca cepat (250 kata per menit) yang diuraikan ke dalam beberapa sub pokok bahasan, meliputi (1) teknik membcara cepat, menjelaskan mengenai langkah-langkah membaca cepat, (2) bagaimana rumus kecepatan membaca dan pemahaman.
Pada bagian akhir dari kedua subpokok bahasan diberikan contoh dan latihan untuk menguatkan pemahaman peserta didik mengenai pokok bahasan.

Menulis Paragraf Naratif
Pokok bahasan D secara umum diuraikan ke dalam 3 sub pokok bahasan. Subpokok bahasan pertama menjelaskan  tentang pengertian paragraf naratif; subpokok bahasan kedua menguraikan tentang jenis paragraf naratif (naratif fiksi dan nonfiksi); dan subpokok bahasan terakhir menjelaskan mengenai langkah-langkah menyusun paragraf naratif (pokok masalah, pelaku, alur, merangkai, menyusun kerangka, mengembangkan kerangka). Seperti ketiga pokok bahasan sebelumnya, pada akhir pokok bahasan D juga disertai dengan contoh dan tugas latihan kepada peserta didik.

Secara keseluruhan, materi yang menguraikan pelajaran 1 sangat dapat memberikan pemahaman kepada peserta didik karena diuraikan secara jelas (dimulai dari kegiatan refresing, menjelaskan pengertian pokok bahasan, dan memberikan contoh serta tugas akhir yang seyogyanya dapat membantu siswa memperoleh petunjuk dan pemahaman).
Jika boleh memberikan sedikit sanggahan terhadapat tema Budaya Nusantara, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan, diantaranya relevansi tema dengan kesempatan yang diperoleh oleh setiap manusia indonesia umumnya dalam kaitannya dengan pokok bahasan. Kita berbicara mengenai budaya yang erat kaitannya dengan adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Dari definisi sekilas itu dapat dikatakan bahwa tidak semua orang mempunyai kesempatan yang sama dalam mengaktualisasikan diri. Menulis tidak selamanya budaya, misalnya. Tetapi, kita dapat membudayakan kebiasaan menulis.

Pelajaran 2: Kesehatan Kita
Pelajaran 2 dengan tema “Kesehatan Kita” berisi empat aspek kebahasaan (mendengar, berbicara, membaca, menulis) dan berisi konten-konten sastra dan linguistik. Aspek kebahasaan dalam pelajaran 2 diuraikan ke dalam 4 pokok bahasan berikut ini:
A. Mengidentifikasi unsur-unsur puisi
B. Menceritakan pengalaman
C. Membaca ektensif teks nonsastra
D. Menulis paragraf deskriptif

Keempat pokok bahasan di atas akan diuraikan dalam uraian berikut ini.

Mengidentifiasi Unsur-Unsur Puisi
Pokok bahasan ini menguraikan tentang sastra yakni tentang unsur-unsur pembangun puisi, diantaranya tema, pesan, makna, sajak/rima, diksi/pilihan kata, majas (perbandingan, pertentangan, dan penegasan). Sedikit memberi koreksi terhadap pembahasan mengenai majas. Dalam subpokok bahasan mengenai majas, majas diartikan sama dengan gaya bahasa. Padahal, gaya bahasa memiliki pengertian lain dari majas, dan majas itu sendiri adalah bagian dari gaya bahasa. Majas bukan gaya bahasa, melainkan bagian gaya bahasa. Anton M. Muliono dalam siaran pembinaan bahasa melalui TVRI mengatakan bahwa istilah gaya bahasa yang secara salah kaprah itu berasal dari penerjemahan yang keliru dari kata belanda stylfiguur (Pusat Bahasa, 2003: 174). Oleh karena itu, pada subpokok bahasan ini saya berani mengambil resiko, berseberangan dan berselisih paham denga teori yang dikemukakan.

Selanjutnya, contoh puisi sering menggunakan puisi lama yaitu puisi yang masih terikat dengan aturan/konvensi, sehingga unsur-unsur puisi juga dilihat berdasarkan puisi lama tersebut. Dewasa ini, puisi sudah berkembang, sehingga materi tentang puisi yang dimuat dalam buku juga perlu di-update agar tidak ketinggalan zaman. Dari segi pembahasan, pokok bahasan ini sudah cukup jelas untuk dipahami karena sudah diserta contoh dan peserta didik seharusnya mampu mengerjakan tugas/latihan yang diberikan.

Menceritakan Pengalaman
Pokok bahasan kedua dalam tema “Kesehatan Kita” adalah melatih peserta didik untuk dapat menceritakan berbagai pengalaman dengan menggunakan pilihan kata (diksi) dan ekspresi yang tepat. Pokok bahasan ini termasuk ke dalam kelompok linguistik karena menjelaskan tentang cara menceritakan pengalaman pribadi.

Pada bagian ini, peserta didik diberi kesempatan untuk menilai penampilan temannya yang menceritakan pengalaman di depan kelas berdasarkan format penilaian yang disediakan dalam sub pokok bahasan. Dalam menceritakan pengalaman, yang dituntut adaah skill individu. Oleh karena itu, tugas yang diberikan dalam pokok bahasan ini adalah tugas mandiri. Untuk memudahkan peserta didik dalam mengerjakan tugas mandiri, sub pokok bahasan juga menyertakan contoh.

Membaca Ektensif Teks Nonsastra
Pokok bahasan ini mengharuskan peserta didik mengidentifikasi ide teks nonsastra dari berbagai sumber melalui teknik membaca ekstensif. Untuk memudahkan peserta didik dalam memahami pokok bahasan, disediakan 2 buah contoh teks bacaan non sastra. Pada bagian akhir, siswa ditugasi secara mandiri untuk menemukan ide pokok, informasi, hal-hal menarik, teknik penyajian, dan karakteristik bahasa yang digunakan dalam teks.
Kekurangan pada bagian ini adalah, konsep tentang membaca ekstensif tidak dipaparkan secara mendetail dan contoh sehingga peserta didik dipastikan agak kesulitan mengerjakan tugas mandiri dan tugas kelompok yang diberikan.

Menulis Paragraf Deskriptif
Pokok bahasan ini diuraikan menjadi beberapa subpokok bahasan, diantaranya pengertian paragraf deskriptif, jenis-jenis paragraf deskriptif (pola spacial (tempat), pola deskripsi sudut pandang (peristiwa), pola deskripsi objek (orang, benda, binatang)). Ketiga jenis paragraf deskriptif itu disertai masing-masing contoh. Untuk menguji pemahaman peserta didik pada akhir materi ditugasi secara mandiri dan kelompok menulis tentang karangan deskriptif.

Simpulan
Dari hasil pengamatan saya, kedua bab di atas masing-masing memiliki konten linguistik dan sastra. Dalam upaya untuk menguji pemahaman peserta didik atas materi yang diterima, pada akhir pembahasan setiap pokok bahasan selalu memberikan tugas kepada anak didik, baik mandiri maupun kelompok. Jadi, skill individunya tetap diutamakan tanpa menyampingkan kemampuan bekerja sama melalui tugas kelompok yang dibebankan kepada peserta didik.

Di sisi lain, kesesuaian topik dari kedua pelajaran yang saya kaji di atas dengan pokok bahasan dan subpokok bahasan, kurang koheren, terutama pada pelajaran 2. Pelajaran 2 bertema “Kesehatan Kita” tetapi tidak sedikit pun mengulas tentang materi yang berhubungan dengan kesehatan. Pada pelajaran 1, terdapat subpokok bahasan yang membahas tentang gaya bahasa yang dimaknai sama dengan majas. Sementara itu, buku Praktis Berbahasa Indonesia Jilid 2 yang dikeluarkan oleh Balai Bahasa, justru menjelaskan hal yang sebaliknya.

Dua bab yang saya kaji, jika dikaitkan dengan tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, sangat sesuai untuk aspek keterampilan. Tercermin dari model tugas yang diberikan, semuanya berbentuk esai yang membutuhkan uraian, sehingga secara tidak langsung mengasah kemampuan peserta didik terutama perihal keterampilannya menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar. Pada setiap pokok bahasan, selalu ada pertanyaan reflektif yaitu pertanyaan yang memancing dan merangsang pola pikir peserta didik untuk mengingatkan materi yang akan dibahas. Mungkin saja pernah membaca, mendengar, melihat, dan menulis tentang materi terkait sebelumnya. Ini juga bisa dilakukan untuk mengukur kemampuan awal peserta didik sebelum memulai kegiatan belajar-mengajar.

Secara umum, kedua tema yang saya kaji masih layak digunakan sebagai bahan ajar bagi guru atau referensi belajar bagi peserta didik, meskipun terdapat kekurangan.


===========
Author:
ariesrutung95

Perbedaan pembelajaran (instruction) dan pengajaran (teaching)

Acap kali kita dibingungkan dengan penggunaan kata pembelajaran dan pengajaran sesuai dengan konteks yang tepat. Kebingungan itu disebabkan oleh ketidaktahuan kita tentang makna leksikal dari kata tersebut.  Akibatnya, penggunaan dan pemaknaan kedua kata tersebut secara gramatikal, juga terkadang tidak tepat. Atas dasar itu, mari kita coba memahami makna kedua kata tersebut secara mendalam.

Pengajaran
Kata pengajaran lebih bersifat formal dan hanya ada di dalam konteks guru dengan peserta didik di kelas/sekolah. Pengajaran identik dengan sekolah, guru, dan anak didik. Oleh karena itu, pengajaran secara leksikal berari suatu proses memberikan ajaran (nasihat, petuah, petunjuk) kepada anak didik tentang pengalaman, pengetahuan, dan/atau peristiwa yang dialami atau dilihatnya. Terdapat beberapa jenis pengajaran yang sering dikenal, antara lain pengajaran mikro yaitu teknik pelatihan mengajar yang jumlah muridnya dibatasi, misalnya 5 sampai 10 orang dan pengajaran remedial yaitu pengajaran yang diberikan khusus untuk memperbaiki kesulitan yang dialami peserta didik.

Pembelajaran
Kata pembelajaran tidak hanya ada dalam konteks guru dengan peserta didik di kelas secara formal, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan belajar peserta didik di luar kelas yang mungkin saja tidak dihadiri oleh guru secara fisik. Pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan belajar peserta didik secara sunggh-sungguh yang melibatkan aspek intelektual, emosional, dan sosial, sedangkan pengajaran lebih cenderung pada kegiatan mengajar guru di kelas. Dengan demikian, kata pembelajaran ruang lingkupnya lebih luas daripada kata pengajaran. Dalam arti luas, pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan sistemik, yang bersifat interaktif dan komunikatif anatar pendidik (guru) dengan peserta didik (siswa), sumber belajar dengan lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya tindakan belajar peserta didik, baik di kelas maupun di luar kelas, dihadiri guru secara fisik atau tidak, untuk menguasai kompetensi yang telah ditentukan.
Sumber: https://www.google.co.id/
Pembelajaran sebagai suatu proses yang sistematis artinya keteraturan, dalam hal ini pembelajaran harus dilakukan dengan urutan langkah-langkah tertentu, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada penilaian. Setiap langkah harus bersayarat untuk masuk ke langkah kedua, untuk masuk ke tingkat selanjutnya dan merupakan syarat untuk masuk ke langkah seterusnya. Sistemik artinya menunjukan suatu sistem. Artinya, di dalam pembelajaran terdapat berbagai komponen, antara lain tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, evaluasi, peserta didik, lingkungan, dan guru yang saling berhubungan dan ketergantungan satu sama lain serta berlangsung secara terencana.

Pembelajaran bersifat interaktif artinya kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang bersifat multiarah antara guru, peserta didik, sumber belajar, dan lingkungan yang saling memengaruhi, tidak didominasi oleh satu komponen saja, sedangkan komunikatif artinya, komunikasi antara peserta didik dengan guru atau sebaliknya, sesama peserta didik, dan sesama guru harus dapat saling memberi dan menerima serta memahami. Dengan perkataan lain, maksud yang ingin disampaikan oleh guru kepada siswa atau sebalinya, siswa kepada siswa, atau guru kepada siswa dapat tersampaikan. Oleh karena itu, baik guru maupun peserta didik harus dapat menggunakan bahasa yang baik dan benar, dalam arti menggunakan kosakata yang sederhana, kalimat yang jelas dan efektif, intonasi yang baik, irama dan tempo bicara yang enak didengar. Guru hendaknya menggunakan bahasa yang runtut, atraktif atau mempunyai daya tarik/menyenangkan, mudah dipahami, dan dapat mengundang antusiasme (minat besar/gairah) peserta didik untuk memperhatikan dan menyimak materi pelajaran.

Pembelajaran yang sering dikenal adalah pembelajaran gerak yaitu pembelajaran tentang proses memperoleh dan menyempurnakan keterampilan motorik dan variabel yang mendukung atau menghambat akuisisi (pemerolehan) keterampilan tersebut, dan pembelajaran observasional yaitu pembelajaran ketermapilan dengan cara mengamati orang yang melakukannya.



Referensi:
Arifin, Zainal. 2016. Evaluasi Pembelajaran. Teknik, Prinsip, dan Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya.


=========
Author:
ariesrutung

Bahasa Indonesia yang baik dan benar

Berbahasa indonesia yang baik dan benar pasti diimpikan semua orang. Akan tetapi, dalam praktiknya kita sering tidak taat azas terhadap pemakaian bahasa yang baik dan benar. Salah satu contoh ketidaktaatan kita terhadapap peraturan bahasa indonesia adalah penggunaan bahasa Indonesia sering dicampur dengan bahasa daerah atau bahasa ibu. Penyebabnya bukan hanya tidak tahu, tetapi karena kekliruan kita terhadap bahasa yang akan dipakai. Lihat saja, tak jarang kita menemukan tulisan yang dihasilkan oleh mereka yang berpangkat profesor sering keliru dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Berikut ini dijelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Bahasa Indonesia yang baik
Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku (Arifin, 2014: 13). Artinya, bahasa Indonesia yang baik itu berhubungan dengan keetisan atau dengan perkataan lain tidak melenceng dari norma atau aturan-aturan yang diakui dan berlaku dalam suatu kelompok masayarakat tertentu. Dalam hal ini, bahasa Indonesia yang baik erat kaitannya dengan masalah etis dan etos. Etis artinya sesuai dengan konvensi-konvensi yang disepakati dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sedangkan etos bermakna sesuai dengan nilai-nilai yang disepakati dalam kelompok masyarakat tertentu, karena di Indonesia sendiri umunya, yang dianggap benar oleh kelompok tertentu belum tentu sesuai dengan komunitas yang lain. Orang Manggarai berbahasa Manggarai dan akan dianggap tidak sopan jika lawan bicara berbicara menggunakan bahasa daerah, tetapi pembicara berbahasa Indonesia. Atau penggunaan bahasa Indonesia yang sering dibarat-baratkan.

Bahasa Indonesia yang benar
Bahasa Indoenesia yang benar adalah bahasa indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi kaidah ejaan, pembentkan kata, pembentukan kalimat, penyusunan paragraf, dan penataan penalaran (Arifin, 2014: 14). Kaidah-kaidah itu yang menjadi titik pijak bagi para pengguna bahasa Indonesia dalam memanfaatkanya sesuai dengan tujuannya, baik dalam bentuk lisan maupun bentuk tulis. Bahasa indonesia yang benar selalu berpegang pada kaidah atau aturan sehingga ketika terjadi upaya untuk tidak menaati kaidah atau aturan tersebut, maka bahasa Indonesia itu akan mengarah pada bahasa Indonesia yang tidak benar.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku dan sesuai pula dengan kaidah bahasa Indonesia yang sudah disepakati. Oleh karena itu, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menyesuaikan situasi dan konteks yang mendukung situasi pembicaraan dan juga persoalan etis dan tidak etisnya. Misalnya, dalam sutu petemuan resmi, presiden RI memberikan pidato tentang kondisi ekonomi negara Indonesia. Dilihat dari sudut pandang bahasa yang baik, seharusnya bahasa Indonesia yang dipakai oleh Presiden RI adalah bahasa yang sesuai dengan jati diri Bangsa Indonesia yang sangat kental dengan etika dan moral. Misalnya, penggunaan bahasa dan sapaan yang halus kepada audiens. Sedangkan jika diteropong dari sudut pandang bahasa yang benar, bahasa Indonesia yang hendak digunakan oleh presiden dalam pidato tersebut adalah bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah umum yang berlaku dalam bahasa Indonesia, dalam hal ini berkaitan dengan pedoman umum ejaan bahasa Indonesia. Artinya, jika Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan yang dijadikan parameter, maka sekalipun bahasa Indonesia itu adalah bahasa yang baik, belum tentu akan bernilai benar. Misalnya penggunaan lafal bahasa daerah yang nyata-nyata di dalam bahasa Indonesia dilarang. Memang dalam berbahasa, tidak ada lafal yang dijadikan standar dalam berbahsa Indonesia, tetapi perlu diingat bahwa lafal yang dipakai sedapat mungkin jauh dari pengaruh bahasa daerah.


==========
Author:
ariesrutung95

Pengertian Semantik Menurut Para Ahli

Dalam buku Pengajaran Semantik yang ditulis oleh Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan secara gamblang dijelaskan mengenai pengertian semantik, baik menurut pandangannya sendiri maupun beberapa ahli terkenal yang berhasil ia rangkum. Di dalam buku tersebut, memang tidak banyak ahli yang ia gunakan sebagai referensi untuk membuat definisi semantik, tetapi beberapa ahli yang ia kutip itu cukup memberikan pemahaman bagi orang awam seperti saya.

Isi dari buku yang beliau tulis mengenai semantik menjelaskan pengertian semantik secara singkat dan populer serta secara luas dan sempit.
Secara singkat dan populer, semantik adalah telaah mengenai makna (George, 1964: 1, bdk Tarigan 2015: 2).
Semantik dalam ari luas terbagi atas 3 pokok bahasan, yaitu sintaksis, semantik, dan pragmatik (Edwards, 1972:348). Charles Morris (1938) membuat definisi tentang pokok bahasan sematik yang dikemukakan oleh Edwards di atas diurai secara berturut-turut sebagai berikut: 1) sintaksis menelaah hubungan antara tanda-tanda satu sama lain; 2) semantik menelaah hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang meupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut; dan 3) pragmatik menelaah hubungan tanda-tanda dengan para penafsir/interpretator (Morris, 1938); cabang semiotik yang menelaah asal-usul, penggunaan, dan efek tanda-tanda (Morris, 1946).

Berdasarkan pembagian yang dibuat oleh Morris di atas, Charnap (1942) membuat batasan sebagai berikut: 1) apabila  dalam suatu investigasi (penelitian) acuan atau referensi eksplisit dibuat untuk pembicara atau dalam pengertian lebih luas, kepada pemakai bahasa, maka kita menempatkannya ke dalam bidang atau wilayah pragmatik; 2) selanjutnya, apabila kita mengikhtisarkannya dari pemakai bahsa dan hanya menganalisis ekspresi dan penandaannya, maka kita berada dalam wilayah semantik; 3) bila kita mengikhtisarkannya dari penandaan dan hanya menganalisis hubungan antara ekspresi-ekspresi, maka kita telah berada dalam wilayah sintaksis (logis); dan 4) keseluruhan ilmu bahasa yang mencakup ketiga bidang yang telah kita utarakan di atas disebut sematik (Searle, 1980: viii).

Menurut R. C. Stalnaker (1972), sintaksis menelaah kalimat-kalimat, semantik menelaah proposisi-proposisi, sedangkan pragmatik adalah telaah mengenai perbuatan linguistik beserta konteks-konteks tempatnya.

Rudolf Carnap mengadakan pembagian semantik atas 2 bagian, diantaranya semantik deskriptif yaitu penelitian empiris terhadap bahasa-bahasa alamiah dan merupakan hasil yang lebih dari semantik murni yang formulasinya melibatkan sejumlah teori logika dan teori pasti (Edwards, 1972: 348) dan semantik murni merupakan telaah analitis terhadapap bahasa-bahasa buatan (artificial languages).

Semantik dalam arti sempit menurut Rudolf Carnap dibagi menjadi 2 pokok bahasan, yaitu teori referensi (denotasi, ekstensi) dan teori makna (konotasi, intensi) . Di dalam linguistik, semantik dihubungkan dengan penyampaian makna oleh sarana-sarana gramatikal dan leksikal suatu bahasa (Sills, 1972: 165).

Tarigan (2015: 7) mengatakan bahwa semantik adalah telaah mengenai makna. Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat. Oleh karena itu, semantik mencakup kata-kata, perkembangan dan perubahannya.

Secara etimologi, kata semantik berasal dari bahasa Yunani semantikos ‘penting; berarti’, yang diturunkan pula dari semainein ‘memperlihatkan; menyatakan’ yang berasal pula dari sema ‘tanda’ seperti yang terdapat pada kata semaphore yang berarti ‘tiang sinyal yang dipergunakan sebagai tanda oleh kereta api’. Sematik menelaah serta menggarap makna kata dan makna yang diperoleh masyarakat dari kata-kata (Dale, 1971: 196; Tarigan, 1985: 155).

Demikian beberapa definisi mengenai semantik menurut para ahli. Dari penjelasan panjang-lebar di atas, saya dapat mengambil kesimpulan mengenai sematik yakni semantik merupakan cabang ilmu bahasa (linguistik mikro) yang menelaah atau mengkaji tentang makna bahasa atau makna kata secara internal (leksikal dan gramatikal). Internal artinya, makna bahasa atau makna kata tersebut bersifat apa adanya, tanpa dipengaruhi oleh situsi, kondisi dan/atau siapa subjek pembicaranya, motivasi apa yang terkandung dalam kalimat yang diucapkannya itu. Jika ia melihat situasi, kondisi, dan subjek, maka hal tersebut sudah masuk dalam ranah pragmatik.


Referensi:
Tarigan, H. G. 2015. Pengajran Pragmatik. Bandung: Angkasa.


===========
Author:
ariesrutung95

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA