April 2018 | Anak Pantai

Pengertian sosiolinguistik menurut para ahli

Sosiolingusitk adalah cabang ilmu bahasa yang tergolong ke dalam linguistik makro (makrolinguistik). Sosiolinguistik merupakan gabungan dari dua disiplin ilmu berbeda (sosiologi dan linguistik) namun saling berhungan erat. Kendati demikian, objek yang dijadikan kajian dalam sosioingusitik bukanlah sosiologi (ilmu tentang sifat, perilaku, dan perkembangan masyarakat), melainkan bahasa. Jadi, antara sosiolinguistik dan linguistik sosial merupakan dua disiplin ilmu dengan objek kajian yang berbeda. Yang satu mengkaji tentang bahasa dan yang lainnya mengkaji tentang kondisi sosial-kemasyarakatan. Berikut ini beberapa pengertian sosiolinguistik menurut beberapa ahli, baik dari luar negeri maupun dalam negeri.
Sumarsono (2011) mengatakan istilah sosiolinguistik terdiri dari 2 kata, yaitu sosio adalah “masyarakat” dan linguistik adalah “kajian bahasa.” Jadi sosiolingusitik adalah kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan (dipelajari oleh ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi).

Halliday (1970) sosiolinguistik adalah linguistik institusional (institutional linguistic), berkaitan dengan pertautan bahasa dengan orang-orang yang memakai bahas itu (deal with the relation between a language and the people who use it)

Pride dan Holmes (1972) menyebutkan bahwa sosiolinguistik adalah “..... the study of language as part of culture and society” yaitu kajian bahasa sebagai bagian dari kebudayaan dan masyarakat. Jadi menurut mereka bahasa merupakan bagian dari kebudayaan (language in culture), bukan merupakan suatu yang berdiri sendiri ( language and culture).

Fishman (1972) mengatakan bahwa “the sociologi of language focusses upon the entire gamut of topics related to the social organization of language behavior, icluding not only language usage per se, but also language attitudes, over behavior toward language and language users.” Sosiolinguistik menyoroti keseluruhan masalah yang berhubungan dengan organisasi sosial perilaku bahasa, tidak hanya mencakup pemakaian bahasa saja, melainkan juga sikap-sikap bahasa, perilaku terhadap bahasa dan pemakai bahasa. Jadi menurut Fishman, sosiolinguistik lebih diberatkan kajiannya kepada bidang sosiologi daripada linguistik itu sendiri. Kendati demikian, ada orang yang mengaitkan masalah bahasa dengan didahului oleh kajian tentang gejala-gejala kemasyarakatan, dan ada pula yang berlaku sebaliknya: memulai dengan msalah kemasyarakatan baru kemudian masuk pada bahasa.

Dell Hymes (1973) mengatakan “sociolinguistic could be taken to refer to use of linguistic data and analysis in other discipline concerned with social life and coversely, to use of social data and analysis in linguistik.” Sosiolingusitik dapat mengacu kepada pemakaian data kebahasaan dan menganalisis ke dalam ilmu-ilmu lain yang menyangkut kehidupan sosial dan sebaliknya, mengacu kepada data kemasyarakatan dan menganalisis ke dalam lingusitik.

Trudgill (1974) mengatakan “sociolinguistic... is that part of linguistic which is concered with language as social and cultural phenomenon.” Sosiolinguistik adalah bagian dari linguistik yang berkaitan dengan bahasa sebgaia gejala sosial dan gejala kebudayan.

Criper dan Widowson (1975) mengemukakan bahwa sociolinguistic is the study of language in operations, its purpose is to show how the conventions of language use relate to other aspects of culture. Sosiolinguistik adalah kajian bahasa dalam pemakaian yang bertujuan untuk menunjukkan kesepakatan-kesepakatan atau kaidah-kaidah penggunaan bahasa (yang disepakati oleh masyarakat) dikaitkan dengan aspek-aspek kebudayaan dalam masyarakat itu.

Hudson (1980) mengatakan sosiolinguistik “the study of language iin relation to society.” Bahwa sosiolinguistik adalah kajian tentang bahasa dalam kaitannya dengan masyarakat. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa sosiologi bahasa merupakan kajian mengenai masyarakat dalam hubungannya dengan bahasa.

Nababan (1984) mengatakan sosiolinguistik adalah kajian atu pembahasan bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat. Bahwa penutur bahasa adalah angggota masyarakat tutur.

Appel, dkk. (1976) berpendapat bahwa sosiolinguistik adalah kajian mengenai bahasa dan pemakaiannya dalam konteks sosial dan kebudayaan.

Kersten, dkk. (1975) berpendapat bahwa sosiolinguistik adalah subdisiplin ilmu bahasa yang mempelajari faktor-faktor sosial yang berperan dalam penggunaan bahasa dan pergaulan sosial.

Nancy P. Hickerson (1980) berpendapat bahwa “sosiolinguistics is a developing subfield of linguistics which takes speech variation as it’s focus, viewing variation or it social context. Sociolinguistics is concerned with the correlation between such social factors and linguistics variation.” Sosiolinguistik adalah pengembangan subbidang yang memfokuskan penelitian pada variasi ujaran, serta mengkajinya dalam suatu konteks sosial. Sosiolinguistik meneliti korelasi antara faktor-faktor social itu dengan variasi bahasa.

Abdul Chaer (1994) berdalil bahwa sosiolinguistik ialah subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungan pemakaiannya dalam masyarakat. Hal yang dibicarakan dalam sosiolinguistik ialah pemakai dan pemakaian bahasa, tempat pemakaian bahasa, tata tingkat bahasa, berbagai akibar dari adanya kontak dua bahasa atau lebih, dan ragam serta waktu pemakaian ragam bahasa itu.

REFERENSI
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum.  Jakarta: Rineka Cipta.
Rohmadi, Muhammad, dkk. 2006. Sosiolinguistik, Kajian Teori dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumarsono. 2011. Sosiolinguistik. Jakarta: Pustaka Pelajar
Wardhaugh, Ronald. 2006. An Introduction to Sociolinguistics, New York: Wiley-Blackwell.


Sekian, semoga bermanfaat...
==========
Oleh:
ariesrutung95

Fungsi dan kategori sintaksis

Sintaksis adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mempelajari frasa, klausa, dan kalimat serta bagaimana unsur-unsur tersebut membangun suatu kalimat yang bermakna dalam tuturan.  Sintaksis merupakan bidang linguistik setelah fonologi dan morfologi yang merupakan satu-lesatuan dalam lingusitik. Setiap cabang mempunyai kaitan yang erat dengan cabang yang lain karena merupakan satu rumpun utama yaitu lingusitik itu sendiri. Berikut ini akan dijelaskan mengenai fungsi dan kategori sintaksis.

Fungsi Sintaksis
Fungsi sintaksis ada lima, yaitu subjek (S), predikat (P), objek (O), komplemen (Kom), dan keterangan (Ket). Dari kelima fungsi tersebut, tidak semuanya harus ada dalam suatu kalimat. Fungsi sintaksis yang harus hadir hanya subjek dan predikat, sedangkan objek, komplemen, dan keterangan tidak wajib ada. Fungsi-fungsi tersebut akan diisi oleh kata, frasa, dan klausa. Berikut ini uraian kelima fungsi tersebut:
  1. Subjek merupakan orang atau benda yang melakukan tindakan yang ditunjukkan oleh kata kerja atau yang dalam keadaan digambarkan oleh kata kerja. Subjek kalimat biasanya diisi dengan kata benda atau kata ganti orang/benda.
  2. Predikat yaitu unsur yang membicarakan atau menjelaskan pokok atau subjek kalimat.
  3. Objek yaitu unsur kalimat yang kehadirannya dituntut oleh verba transitif pengisi predikat dalam kalimat aktif.
  4. Komplemen yaitu unsur kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat aktif yang diisi oleh verba intransitif dan predikat pasif yang verbanya dilekati prefiks di- sebelumnya.
  5. Keterangan yaitu unsur kalimat yang memberi keterangan kepada seluruh kalimat diantaranya:
  6. Pengubah (modifier) yaitu semua kata dalam kalimat yang bukan kata kerja, subjek, objek langsung, objek tidak langsung, atau pelengkap.
Kategori Sintaksis
Kategori sintaksis adalah jenis atau tipe kata atau frasa yang menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksis (Chaer, 2009: 27). Kategori sintaksis tersebut berkenaan dengan istilah nomina, verba, adjektiva, adverbia, numeralia, preposisi, konjungsi, dan pronomina. Pengisi fungsi tersebut dapat berupa frasa, sehingga selain kelas kata yang nomina, terdapat pula frasa nominal. Begitu juga dengan  adjektiva, adverbia, numeralia, preposisi, konjungsi, dan pronomina  yang  dapat berupa frasa sebagai pengisi fungsi sintaksis.

Menurut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi, dkk, 2003: 36), bahasa Indonesia memiliki empat kategori sintaksis yang utama, yaitu: (1) verba atau kata kerja, (2) nomina atau kata benda, (3) adjektiva atau kata sifat, dan (4) adverbia atau kata keterangan. Di samping kategori utama, terdapat juga kata tugas yang terdiri atas preposisi atau kata depan, konjungtor atau kata sambung, dan partikel.

Adapun pembicaraan kategori sintaksis dalam makalah ini menggabungkan kedua pendapat di atas, sehingga kategori sintaksis yang dibicarakan meliputi: (a) nomina dan frasa nominal, (b) verba dan frasa verbal, (c) adjektiva dan frasa adjektiva, (d) adverbia dan frasa adverbial, (e) numeralia dan frasa numeralia, (f) pronomina dan frasa pronominal, dan (g) frasa preposisional.

Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah verba transitif yang objeknya tidak perlu ada atau keberadaannya ditanggalkan. Verba transitif yang objeknya tidak perlu ada atau menyatakan kebiasaan. Verba yaitu kelas kata yang memiliki makna berhubungan dengan (inheren)  perbuatan (aksi), proses atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas.Dilihat dari bentuknya verba bisa berupa verba asal (misal: datang, mandi, tidur), bisa pula verba turunan (misal: mendarat, (mem)baca, bertemu, berjalan-jalan, campur tangan). Kata-kata berimbuhan me-, di-, ber-, ter-, -kan, dan i adalah kata yang berkategorikan verbal. Nomina atau kata benda yaitu kata yang mengacu pada manusia, benda, binatang, konsep atau pengertian (sesuatu yang dibendakan). Secara sintaksis nomina cenderung menduduki fungsi subjek, objek, dan pelengkap. Adjektiva atau kata sifat yaitu kata yang menyatakan sifat atau keadaaan. Adverbia yaitu kata yang menjelaskan verba, adjectiva, atau adverbia lain.
Alat-alat sintaksis
Eksistensi struktur sintaksis terkecil ditopang oleh urutan kata, bentuk kata, intonasi, bisa juga di tambah konektor yang berupa konjugasi. Peranan ketiga alat sintaksis (bentuk kata, intonasi, dan urutan kata) tampaknya tidak sama antara bahasa yang satu dengan yang lain.
  1. Urutan kata | Dalam bahasa Indonesia urutan kata itu tampaknya sangat penting. Perbedaan urutan kata dapat menimbulkan perbedaan makna. Dalam bahasa latin yang memegang peranan penting dalan sintaksis bukanlah urutan kata melainkan bentuk kata. Meskipun letaknya dimana saja, tapi makna gramatikalnya tidak akan berubah dan tidak akan terjadi kesalahpahaman. 
  2. Bentuk kata | Kata dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Latin memang tidak sama. Dalam bahasa Latin bentuk kata itu tampaknya berperan mutlak sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak. Hal ini terjadi karena dalam bahasa Latin urutan kata hampir tak mempunyai peran, sedangkan dalam bahasa Indonesia urutan kata mempunyai peran.
  3. Intonasi | Batas antara subjek dan predikat dalam bahasa Indonesia biasanya ditandai dengan intonasi nada naik dan tekanan.
  4. Konektor | Konektor bertugas menghubungkan satu konstituen dengan yang lain, baik yang berada dalam kalimat maupun yang berada diluar kalimat. Dilihat dari sifat hubungannya dibedakan adanya 2 konektor yaitu konektor koordinatif dan subordinatif. Konektor koordinatif adalah konektor yang menghubungkan 2 buah konstituen yang sama kedudukannya atau sederajat. Kojungsinya berupa dan, atau, dan tetapi. Konektor subordinatif adalah konektor yang menghubungkan 2 buah konstituen yang kedudukannya tidak sederajat. Konstituen yang satu merupakan konstituen atasan dan konstituen yang lain menjadi konstituen bawahan. Konjungsinya berupa kalau, meskipun, dan karena.
Satuan-satuan sintaksis
Sintaksis memiliki satuan-satuan, diantaranya sebagai berikut:
  1. Kata | Dalam tataran morfologi, kata merupakan satuan terbesar (satuan terkecilnya adalah morfem). Tetapi dalam tataran sintaksis, kata merupakan satuan terkecil yang secara hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase. Dalam pembicaraan kata sebagai pengisi satuan sintaksis, pertama-tama harus kita bedakan dulu adanya 2 macam kata yaitu kata penuh dan kata tugas.
  2. Frase | Frase lazim didenfinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam suatu kalimat.
  3. Klausa | Adalah satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkonstruksi prediktif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat, yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan. Berdasarkan strukturnya dapat dibedakan adanya klausa bebas dan klausa terikat.
  4. Kalimat | Kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisis pikiran yang lengkap. Akan tetapi yang paling penting menjadi dasar kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final. Konstituen dasar itu biasanya berupa klausa. Jadi, kalau pada sebuah klausa diberi intonasi final, maka terbentuklah kalimat. 
  5. Wacana | Adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesa. Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsure-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesif, akan tercipta kekoherensian, yaitu isi wacana yang apik dan benar. Untuk membuat wacana yang kohesif dan koherens itu dapat digunakan berbagai alat wacana, baik yang berupa aspek gramatikal maupunyang berupa aspek semantik atau tau gabungan antara keduanya.

REFERENSI
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah.
Manaf, Ngusman Abdul, 2009. Sintaksis: Teori dan Terapannya dalam Bahasa Indonesia. Padang: Sukabina Press.
http://skripsi-artikel-makalah.blogspot.co.id/2010/04/peran-dan-fungsi-sintaksis.html

==========
Oleh:
ariesrutung95

Pengertian jurnalistik dan pers

Pemahaman mengenai juranlistik dan pers | Jurnalistik adalah suatu profesi yang mengerjakan kegiatan penyiapan, peliputan, penulisan, penyuntingan, penyampaian dan/atau penyebaran informasi/berita baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia kepada masyarakat, sesegera dan seluas mungkin. Mengapa saya katakan jurnalistik adalah sebuah profesi karena dalam jurnalistik itu sendiri ada orang yang menggeluti dan ada organisasi yang menghimpunnya. Kita sama tahu, bahwa sakah satu ciri dari sebuah profesi adalah adanya organisasi penghimpun pekerjaan tersebut.

Pers adalah media yang dipakai dalam menyebarkan aktivitas jurnalistik di atas. Analoginya seperti seorang penulis di blog. Jurnalistik dapa dilihat dari usaha seorang blogger mencari, mengamati, menulis, merumuskan ide, gagasan, dan atau pendapat yang kemudian melahirkan sebuah artikel. Sedangkan pers-nya adalah platform blog milik blogger tersebut. Blog itulah yang dijadikan sebagai media menyebarkan informasi atau artikel yang ditulis oleh blogger  yang akan diakses oleh siapapun dan di manapun. Kendati demikian, analogi tersebut belumlah seratus persen benar, sebab pers seperti yang dianalogikan itu hanyalah pers dalam bentuk internet. Sedangkan, ccakupan pers baik dalam arti sempit maupun arti luas adalah media cetak, elektronik, dan internet.

Dari penjelasan panjang di atas, saya ajukan sebuah pertanyaan retoris, kira-kira apa perbedaan mendasar dari jurnalistik dan pers? Jawaban singkat dari saya atas pertanyaan tersebut yakni terletak pada substansi aktivitas keduanya. Penjelasan dari jawaban tersebut dapat dilihat DI SINI.

REFERENSI
https://www.slideshare.net/adfanefendi/ppt-jurnalistik-hesy
https://usmanyatim.files.wordpress.com/2009/10/ddj02-ilmu-komunikasi-pers-dan-jurnalistik.pptx

==========
Oleh:
ariesrutung95

Sejarah jurnalistik

Banyak ahli yang mengatakan bahwa jurnalistik sudah dimulai pada masa kekaisaran romawi kuno yaitu pemerintahan kaisar Yulius. Jika demikian adanya, maka dapat disimpulkan bahwa jurnalistik memiliki sejarah yang sangat panjang. Bahkan jauh sebelum itu, istilah juranlistik sudah berlangsung dalam kehidupan manusia semisal, (1) Orang Yunani menggunakan nyala obor sebagai isyarat (tanda) untuk menyamapaikan sesuatu kepada orang lain; (2) Orang Indian menggunakan asap untuk mengirimkan informasi kepada rekan-rekannya; (3) Suku Ashanti di Ghana menggunakan sebatang kayu yang di kerok isinya agar berbunyi ketika ditabuh (dipukul) dengan menggunakan aturan-aturan dalam memukulnya; (4) Di Indonesia (seperti di Sunda), masyarakat menggunakan kentongan untuk memerintah orang lain atau sebagai isyarat tentang sesautu yang bersifat publik.
Orang Romawi kuno, seperti dikemukakan oleh  Onong U. Effendy, kegiatan jurnalistik sudah berlangsung ketika Julius Caesar berkuasa.  Waktu itu, informasi harian dikirimkan dan dipasang di tempat-tempat publik untuk menginformasikan hal-hal yang berkaitan dengan isu negara dan berita lokal (Tebba, 2005). Papan informasi tersebut dinamakan Acta Diurna dan Acta Senatus. Kemudian, tahun 1536 surat kabar yang ditulis tangan bernama Gazetta terbit untuk pertama kalinya. Surat kabar berkembang di Cina pada tahun 911 Masehi dengan nama King Pau.

Memasuki Abad 17 dan 18 surat kabar dan majalah untuk publik mulai diterbitkan untuk pertama kalinya di wilayah eropa barat, Inggris, dan Amerika Serikat kendati surat kabar untuk umum ini sering mendapat tentangan dan sensor dari penguasa setempat mengingat berita atau informasi yang dipublikasikan cenderung mengkiritisi kebijakan pemerintah atau penguasa setempat kala itu.  Namun di sisi lain, media kala itu telah berhasil menjalankan fungsi kontrol sosialnya dengan mengesahkan undang-undang kebebasan pers.


REFERENSI
Suhandang, Kustadi. 2010. Pengantar Jurnalistik, Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik. Bandung: Nuansa Cendekia.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheb1uU13BujuaZWrqa0wCTWn0oPk-H9s65k7wqmd9ksZZzxT7iWZvd6y4X83K8WLeRiEdI2fjb9TxEcusANHdkgOi4xT9tjWQWGaHstUpfQ2xMpQ41vZitnHbAjPG895rw9SKqC8HNkSo/s1600/acta+diurna.jpg


==========
Oleh:
ariesrutung95

Pengertian sintaksis bahasa Indonesia

Sintaksis adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mempelajari frasa, klausa, dan kalimat serta bagaimana unsur-unsur tersebut membangun suatu kalimat yang bermakna dalam tuturan. Sejalan dengan itu, beberapa ahli berikut mengemukakan konsep tentang sintaksis, diantaranya: (1) Abdul Chaer mengatakan bahwa sintaksis adalah bidang dari tuturan linguistik yang secara tradisional tersebut tata bahasa atau gramatika. (2) Harimurti Kridalaksana (1953) berpendapat bahwa sintaksis merupakan suatu cabang ilmu yang membicarakan struktur kalimat, klausa, dan frase. (3) Chomsky berdalil bahwa sintaksis adalah telaah mengenai prinsip-prnsip dan proses-proses yang dapat digunakan untuk membangun kalimat tertentu. (4) Ramlan (1976) berpendapat bahwa sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan struktur frase dan kalimat. (5) Verhaar (1999) mengungkapkan bahwa sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antar kalimat dalam tuturan. (6) H. G. Tarigan berpendapat bahwa sintaksis merupakan salah satu cabang dari tata bahasa yang membicarakan struktur kalimat, klausa, dan frasa. (7) Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sintaksis merupakan pengaturan hubungan kata dengan kata atau dengan satuan lain yang lebih besar; cabang linguistik tentang susunan kalimat dan bagiannya; ilmu tata kalimat; dan subsistem bahasa yang mencakup hubungan kata dengan kata atau satuan yang lebih besar dan susunan kalimat dan bagian-bagiannya.

Sintaksis terdiri atas struktur dan satuan-satuannya. Struktur sintaksis meliputi fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan pera sintaksis. Sedangkan satuan-satua sintaksis meliputi frasa, klausa, kalimat, dan  wacana. Pembahasan mengenai struktur dan satuan sintaksis tersebut dalam dilihat DI SINI.

REFERENSI
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah.
Manaf, Ngusman Abdul, 2009. Sintaksis: Teori dan Terapannya dalam Bahasa Indonesia. Padang: Sukabina Press.
Widjono HS. 2007. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo.
http://skripsi-artikel-makalah.blogspot.co.id/2010/04/peran-dan-fungsi-sintaksis.html
https://ssvr.bukukita.com/babacms/displaybuku/58770_f.jpg

Sekian, semoga bermanfaat.

==========
Oleh:
ariesrutung95

Urgensi metode feedback dalam menulis

Sebab sebuah tulisan dibuat untuk dibaca, dinilai oleh pembaca, dan memuat nilai personal kebudayaan masyarakat.
Oleh karenanya, sangat penting kiranya ide-ide atau gagasan-gagasan yang dituangkan dalam bentuk tulisan, mendapat perhatian dari pihak lain. Bentuk perhatian itu berbagai macam, ada orang yang secara langsung menaggapi dalam bentuk komentar, ada orang yang menanggapi dengan sebuah tulisan baru, dan ada pula yang menyelipkan idenya atas tulisan yang dibaca yang dirasa perlu untuk ditambahkan dan/atau bahkan dikurangi.
Bentuk-bentuk seperti di atas adalah apa yang kita sebut sebagai “feedback“ atau dalam bahasa Indonesia kita kenal dengan istilah “umpan balik”. Istilah “umpan balik” ini secara leksikal bisa kita artikan sebagai sebuah tanggapan, baik langsung maupun tidak langsung atas ide, gagasan, dan/atau pendapat sebagai hasil pemikiran seseorang yang dituangkan, baik dalam bentuk tertulis maupun bentuk lisan. Sumber feedback tersebut dapat datang dari berbagai kalangan, seperti misalnya guru sebagai pendidik dan pengajar atau bahkan orang yang lebih berpengalaman yang usianya lebih tinggi dari penulis, teman setingkat atau sebaya, dan bisa pula datang dari diri sendiri.
Feedback yang berasal dari guru (teacher feedback) dapat terjadi ketika pelaksanaan kegiatan belajar mengajar berlangsung, tanya-jawab dengan guru, atau melaui tugas-tugas yang diberikan guru kepada anak didik. Bentuk feedbacknya dapat berupa komentar maupun koreksi, baik lisan maupun tertulis. Feedback jenis ini memang menimbulkan banyak penilaian terutama bagi guru sendiri. Di satu sisi, secara tidak sengaja, guru memikul pekerjaan yang berat, sehingga terkadang guru memilih untuk lebih banyak berbicara. Akan tetapi, di lain sisi, proses pembelajaran dapat berlangsung secara interaktif dan efektif. Interaktifnya dapat dilihat ketika guru memberikan masukan dan masukan itu diterima oleh anak didik yang bersangkutan dan mengadakan perbaikan terhadap tulisannya.

Feedback yang berasal dari teman sebaya (peer feedback) dapat diartikan sebagai umpan balik dari teman setingkat yang juga berandil dalam membaca tulisan temannya. Dalam Zainurrahman (2011: 10) peer feedback menyediakan kesempatan bagi siswa untuk berbagi tulisan, sama-sama membaca tulisan teman, dan memberikan masukan yang konstruktif sebagai dasar revisi tulisan-tulisan tersebut. Peer feedback dirasa lebih efektif dalam mengonstruksi pemikiran-pemikiran yang dihasilkan oleh seorang siswa melalui sesamanya, karena aktivitas menilai dan dinilai dilakukan oleh teman-teman seangkatan sehinga tidak ada ketegangan seperti ketika siswa mendengar masukan dari guru. Peer feedback menciptakan suasana yang lebih cair dalam proses menilai tanpa mengubah tujuan. Meskipun demikian, metode ini kadangkala mengalami kendala dalam penerapannya. Kendala-kendala itu biasanya berasal dari dalam diri peserta didik sendiri, seperti kurangnya pemahaman, terbatasnya pegetahuan tentang ilmu yang dipakai untuk mengoreksi, dan terhadapa penulis atau yang dinilai, terjadi kecendrungan tidak mau menghiraukan masukan dari teman-temannya yang lain.
Upaya terakhir adalah self feedback. Rata-tata para penulis menggunakan metode ini, jika tidak mau repot dengan dua metode sebelumnya dan keyakinan bahwa pengalaman yang akan mengubah kualitas tulisan secara perlahan. Semakin sering menulis dan membaca, kemampaun mengorganisasikan gagasan pun akan semakin bertambah. Seorang penulis yang memilih metode self feedback akan terus-menerus membaca ulang tulisannya sambil menambah/mengurangi bagian-bagian yang kurang/tidak penting untuk dimuat. Penulis yang memilih metode ini juga sudah barang tentu mempunyai dua tugas. Tugas yang pertama bertindak sebagai penulis, dan tugas kedua berperan sebagai pembaca. Sedapat mungkin penulis yang memilih metode ini berpikir secara ktitis. Terkadang ada sisi pro dan kontra atas saran dan masukan dari dirinya sendiri dan hal itu tidak dialami oleh orang lain.
Output dari aktivitas di atas adalah lahirnya sebuah tulisan dalam bentuk revisi. Revisi merupakan suatu bentuk pemeriksaan kembali untuk perbaikan.Semakin sering dibaca dan dinilai serta mendapat masukan dan saran, maka semakin banyak pula revisi yang dihasilkan atas tulisan itu. Sehingga terkadang revisi itu bisa lebih dari lima sebagai upaya menyempurnakan tulisan. Sejauh mana penilain dan seberapa sering penilaian itu dilakukan, sejauh dan sesering itu pula revisi-revisi dihasilkan.


Oleh:
ariesrutung95

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA