Manunggal Jaya merupakan desa terakhir di Distrik Makimi yang didiami oleh berbagai macam suku dan merupakan desa yang masyarakat-nya sangat rukun dan bersahaja. Di desa ini penduduknya bekerja sebagai petani atau pekebun dan pemburu. Selain itu, desa ini dialiri oleh sungai besar yaitu “Sungai Lagari.” Tak kalah penting, adalah air terjun yang cukup besar dan sangat indah bila dipandang mata, juga alam di sekitarnya masih sangat alami atau belum tersentuh oleh tangan manusia. Selain itu di air terjun ini mempunyai keunikan yaitu terdapat batu besar yang berbentuk dua sosok manusia pada dinding gunung yang dialiri oleh air. Inilah cerita asal mulanya terjadi “Air Terjun Bihewa” di Kabupaten Nabire lebih khususnya Daerah Lagari.
Pada zaman dahulu, hiduplah keluarga kecil di Desa Manunggal Jaya Distrik Makimi, keluarga ini terdiri dari Bapak Yonas, Ibu Regi serta anak mereka Bihewa dan Nenek Rodina yang sudah tua. Pekerjan sehari-hari mereka adalah menangkap hewan buruan dengan cara memasang jerat atau perangkap, hewan-hewan buruan yang biasa didapat adalah kasuari, rusa, babi, dan hewan buruan lainnya. Mereka hidup bahagia di sebuah gubuk yang dindingnya dari gaba serta atapnya dari daun sagu.
Pada suatu hari Bapak Yonas dan Ibu Regi pergi ke kebun untuk mencari makan, untuk itu anak mereka yang masih kecil dititipkan kepada Nenek Rodina untuk dijaga. “ Mama tolong jaga bihewa, torang dua mau ke kebun untuk ambil sayur, keladi, pedas, dan kasbi untuk tong makan nanti malam “ujar Ibu Regi kepada Nenek Rodina”, “kalau minumnya habis, kasih air putih saja“, sambung Ibu Regi kepada Nenek Rodina. Sepeninggalnya Bapak Yonas dan Ibu Regi, dengan penuh kasih sayang Nenek Rodina menjaga dan mengendong cucunya Biweha dengan sangat hati-hati walau pun Nenek Rodina sangat merasa lelah dan lapar.
Ketika hari sudah mulai sore, namun Bapak Yonas dan Ibu Regi tak kunjung pulang. “Aduh lama sekali anak-anak ini”!! kata Nenek Rodina dalam hati. Nenek Rodina mulai khawatir karena persedian air susu sudah mulai habis dan Bihewa terus menangis sehingga Nenek Rodina mulai panik dan tidak tenang, akhirnya Nenek Rodina memutuskan untuk mencari bantuan kepada orang-orang yang ditemui untuk menolong cucunya yang sedang haus. Tetapi di tengah jalan, Nenek Rodina bertemu dengan se-ekor Sosoa. Sosoa tampaknya membawa air di dalam sepotong bambu, rupanya air itu akan diberikan kepada anak-anaknya yang juga sedang kehausan di atas pohon sagu, ketika tak sengaja Nenek Rodina menginjak ekor Sosoa yang sedang berjalan sehingga membuat Sosoa kaget dan terkejut melihat seorang nenek yang sedih dan juga putus asa karena cucunya yang terus menangis di rumah.
Sosoa bertanya pada Nenek Rodina “ apa gerangan yang membuatmu tampak sedih?” Nenek Rodina menjawab kepada Sosoa “saya sedang mencari air untuk cucu saya di rumah yang sedang kehausan dan terus menagis”, Nenek Rodina menjawab dengan nada suara yang pelan karena nenek rodina sangat merasa lelah.
Ohh... Tidak usah khawatir nenek, “kebetulan saya sedang membawa air” kata Sosoa kepada nenek, tanpa berfikir panjang akhirnya Sosoa memberikan air yang ada di sepotong bambu tersebut kepada Nenek Rodina, sambung Sosoa kepada Nenek Rodina “ini untuk nenek saja, saya rasa nenek punya cucu lebih membutuhkan, nanti saya kembali lagi saja untuk mengambil air untuk anak-anak saya,” ujar Sosoa kepada Nenek Rodina. Nenek Rodina sangat berterima kasih kepada sosoa, “terima kasih suadaraku, semoga kebaikanmu dibalas oleh Tuhan!! “ujar Nenek Rodina yang sedang senang karena sudah mendapat air untuk cucunya.
Setibanya di rumah, Nenek Rodina langsung memberikan air kepada Bihewa yang terus menagis, sesaat kemudian Bihewa pun terdiam karena rasa hausnya sudah hilang dan akhirnya Bihewa tertidur dengan pulas tanpa menagis dan tanpa rindu pada ibunya lagi untuk meyusui. Akan tetapi ketika Nenek Rodina mau tidur untuk melepas letih lesunya, tiba-tiba badai melanda desa mereka, setelah beberapa jam hujan akhirnya gubuk serta halaman rumah di penuhi air dan akhirnya Nenek Rodina dan cucunya Bihewa hilang ditelan air dan seketika itu juga air yang banyak itu membentuk sebuah air terjun sangat besar dan indah. Di tepi gunung itu terdapat dua buah batu yang berbentuk manusia dan air terjun ini di jaga oleh se-ekor Ular Naga yang besar. Ternyata kedua batu itu adalah Nenek Rodina dan cucunya Bihewa yang sudah terkena kutukan dari Ular karena sudah meminum air permatanya, akhirnya Sosoa sangat menyesal atas perbuatannya karena sudah mengambil permata Ular yang dijaga beribuan oleh Ular, maka mulai dari hari itu sampai sekarang Sosoa tidak dapat berbicara lagi dengan manusia dan lidanya harus bercabang dua, Nenek Rodina dan Bihewa harus menjadi batu sebagai tumbal menganti permata Ular tersebut.
Setelah badai sudah redah, bapak yonas dan ibu regi berlarian menuju tempat tingal mereka untuk melihat apakah yang terjadi pada anak mereka dan pada mamanya, ternyata bapak yonas dan ibu regi hanya mendapat puin – puin rumah dan halaman rumah mereka sudah berubah menjadi air terjun yang sangat besar dan bapak yonas dan ibu regi memandang dua batu besar, lalu menagisinya karena anak mereka dan mama mereka sudah terkena kutukan ular dan menjadi batu untuk selama-lamanya, akhirnya bapak yonas dan ibu regi memberi nama air terjun tersebut adalah “BIHEWA” untuk mengenang anak mereka serta ibu mereka.
5 komentar
Terimakasih banyak saya dapat mengerjakan tugas kuliah saya :)
Replysama-sama. Terima kasih juga sudah mampir di sini..
ReplyTerimakasih banyak
ReplySama-sama
Reply👍😄
ReplyPost a Comment
Jangan lupa tinggalkan komentar. Kritiklah sesuka Anda!