February 2019 | Anak Pantai

Perihal Berbahasa

Bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa yang sebagian besar kosakatanya diadopsi dari bahasa asing, baik itu bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Sanskerta, bahasa Melayu, maupun bahasa Daerah. Implikasi dari hal tersebut, memberikan batasan terhadap defenisi dari setiap kata yang diadopsi dari bahasa-bahasa asing itu harus pula dilihat berdasarkan asal-usulnya. Tidak cukup KBBI, tidak cukup Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, tidak cukup Tesaurus Bahasa Indonesia, dan tidak cukup Glosarisum Istilah Asing-Indonesia karena buku-buku itu hadir setelah mempelajari bahasa asing, yakni kata yang dipungut tersebut. Apa saja yang dipelajari? Paling tidak yang dicari tahu adalah defenisi, penggunaanya dalam konteks tertentu, pun maknanya (berubah atau tidak) jika digunakan dalam konteks tertentu. Kendati sudah dipoles sedemikian rupa agar bentuk atau struktur asingnya dibuat sesamar mungkin dan tak kasat mata, kata tersebut tidak cukup dipahami dari  satu sisi.

Kasus yang paling luar biasa terkenal hari-hari ini adalah persoalan penggunaan istilah fiksi yang disematkan ke dalam kita suci. Banyak pihak yang mendebat istilah tersebut dan memosisikan dirinya dari sudut bahasa Indonesia, dalam hal ini KBBI. Sementara itu, yang bersangkutan mengakui bahwa istilah itu didefenisikan bukan dari KBBI, melainkan diteropong dari kacamata alias sudut pandang dunia luar. Karena kedua pihak memiliki tolok ukur yang berbeda, perdebatan itu pun tak kunjung selesai dan berakhir di pihak berwajib karena ucapan tersebut dianggap menista golongan tertentu.

Yang perlu dicermati adalah ucapan terlapor (saya menggunakan kata terlapor karena yang bersangkutan sudah dilaporkan ke pihak berwajib) tidak dapat ditafsirkan dari sudut pandang penilai saja. Seorang penilai mesti memosisikan dirinya seperti sudut pandang terlapor. Bahwasannya, apa yang diucapkan oleh terlapor merupakan persoalan argumentasi yang oleh terlapor sendiri dapat memberikan penjelasan dari sisi akademis.

Permasalahan di atas memberikan sinyal kepada kita bahwa memang bahasa Indonsia sangat syarat dengan konteks. Jika kita hendak berbicara mengenai kesalahan berbahasa, kita mesti pandai menempatkan diri pada posisi yang tepat. Pasalnya, tidak semua yang kita sebut salah adalah kesalahan, tidak semua yang dianggap benar adalah baik, dan tidak semua yang dianggap baik adalah benar. Kita harus paham, kapan suatu kekeliruan dikategorikan sebagai kesalahan dan kapan sebuah kesalahan dipandang sebagai hal yang keliru.  Kita juga harus jeli meneropong setiap kesalahan dari berbagai sisi. Kita harus jauhkan ego dan mulai melihat kesalahan dari sudut pandang berbeda. Barangkali, hal yang kita pandang salah dan/atau benar belum tentu demikian, bisa saja keliru.

Atas dasar itu, pengetahuan dasar untuk memahami kesalahan dan kekeliruan berbahasa haruslah betul-betul dimiliki oleh setiap individu pemakai bahasa. Yang perlu kita pahami adalah bahwa kekeliruan dan kesalahan merupakan dua hal yang berbeda meski kadang tak dapat dibedakan oleh mereka yang tak paham asal-usul kata tersebut. Jika pijakan kita adalah KBBI, maka pengetahuan kita tak cukup. Apalagi, KBBI kita bersifat dinamis yakni selalu berubah-ubah. Coba keluar dari bahasa Indonesia dan gunakan parameter bahasa Inggris. Kita akan menemukan kata-kata yang berbeda, yakni error, mistake, dan lapse. Error berbeda dengan mistake dan lapse sedangkan mistake sama dengan lapse.

Catatan kritis yang perlu saya kemukakan dalam tulisan ini adalah bahwa defenisi sebuah kata tidak terbatas pada KBBI dan buku-buku terkait lainnya, tetapi juga perlu dilihat dari mana asal kata tersebut. Bahwa kosakata bahasa Indonesia tak cukup banyak untuk mendefenisikan atau menggambarkan sesuatu secara sempurna agar tidak lagi menimbulkan banyak tanda tanya. Di sisi lain, bukan saja kosakata yang tidak cukup, melainkan juga tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Kata facebook, misalnya. Kemampuan memahami situasi dan kondisi ketika orang lain mengucapkan sesuatu akan sangat berpengaruh pada pembentukan sikap dalam mengambil keputusan. Hal ini akan berpengaruh pada bahasa yang digunakan dalam mengekspresikan diri.


==========
Author:
ariesrutung95

Beberapa Masalah Fingerprint SPC Expert Series

Menyetel mesin sidik jari memang mudah. Akan tidak mudah jika dihadapkan pada beberapa masalah yang kita sendiri tidak tahu cara mengatasinya. Tetapi, bila problem itu berhasil kita atasi, tentulah ada kepuasaan tersendiri. Apalagi, jika cara penyelesaian itu kita yang temukan. Di bawah ini beberapa masalah yang umum terjadi pada mesin sidik jari (fingerprint) SPC expert series.

Perubahan Jadwal
Jika seorang admin memasang aplikasi TAS (Time Atendace System) yakni aplikasi desktop dari mesin fingerprint SPC expert series pada sebuah PC yang bersistem operasi windows10, maka pahamilah konsekuensi-konsekuensi berikut ini sebelum Anda mengubah jadwal (shift management) pada aplikasi tersebut. Pasalnya, mengubah jadwal dapat menyebabkan aturan-aturan mesin, pun aplikasi TAS tidak berjalan normal. Ketika jadwal diubah, biasanya terjadi eror dan akan muncul pesan “format waktu tidak sesuai”, misalnya. Implikasi dari hal di atas, jadwal yang kita ubah tidak akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Akan tetapi, untuk aplikasi TAS yang dipasang pada versi windows selain windows10 (semisal windowsXP, 7, dan 8) tidak akan dipengaruhi oleh perubahan jadwal yang dibuat.

Masalah Waktu pada Data Laporan Hasil Download
Pertama, ketika kita mengunduh laporan sidik jari, pada hari tertentu yang kita atur sebagai hari libur kadang-kadang muncul jadwal (waktu masuk dan pulang) meskipun pada kolom hari dan tanggalnya berwarna merah. Mengapa hal itu terjadi? Hal tersebut terjadi karena kita mengunduh data pada bulan yang tidak kita atur tanggal mulai diberlakukannya shift allotment. Agar lebih mudah dipahami, simaklah ilustrasi berikut ini.
Seorang admin mesin fingerprint mengatur tanggal mulai berlakunya shift management dan shift pattern pada 1 Januari 2019. Di kemudian hari, si admin membutuhkan format laporan kehadiran di Desember 2018, maka diunduhlah laporannya dimulai dari 1 Desember 2018 yang merupakan bulan pada tahun berbeda dan bukan tahun atau bulan diberlakukannya shift allotment.
Ilustrasi di atas akan berakibat pada laporan kehadiran sehingga tanggal yang diatur sebagai hari libur-tetap juga menampilkan jadwal kerja seperti pada hari-hari kerja. Cara untuk mengatasinya adalah dengan mengatur jadwal mulai berlakunya shift allotment pada bulan di mana kita hendak mengambil datanya, jika itu pada bulan di tahun sebelumnya dan bukan pada bulan di tahun mendatang. Untuk mengunduh laporan di bulan atau tahun mendatang, kita tidak perlu mengubahnya karena pada checkbox No End Date di menu shift allotment kita berikan tanda centang.

Kedua, data laporan hasil download dari mesin fingerprint SPC expert series tidak menampilkan waktu sesuai dengan jadwal yang diatur pada menu shift management.  Jadwal masuk dan keluar (pulang) pada hari yang diatur berbeda dari hari-hari yang lain tidak menampilkan jadwal apa adanya, alias sesuai dengan yang diatur. Justru mengikuti jadwal masuk dan pulang dari hari-hari yang dominan. Untuk lebih mudah memahami, silakan simak ilustrasi berikut ini!
Seorang admin mengunduh laporan kehadiran pada Februari 2019. Data yang diambil adalah data dari 1 Januari sampai dengan 31 Januari. Sebelumnya, si admin mengatur jadwal masuk-pulang pada Senin-Kamis= 07.00-15.00, Jumat= 07.00-14.00, dan Sabtu= 07.00-12.00. Ketika laporannya diunduh, perbedaan waktu kerja tersebut tidak ditampilkan sesuai dengan yang diatur pada Jumat dan Sabtu, tetapi mengikuti jadwal Senin-Kamis yang artinya selama 6 hari kerja jadwalnya sama, yakni 07.00-15.00. Tentu saja ini akan berpengaruh pada diri si pegawai karena jam kerjanya pada Jumat dan Sabtu tidak sesuai dengan parameter 8 jam kerja. 
Mengapa hal tersebut terjadi? Hal tersebut terjadi karena penerapan aturan download data disesuaikan dengan analysis parameter. Coba Anda analisis ulang data yang Anda download dan pada submenu analysis parameter perhatikan tulisan berwarna hijau pada bagian bawah window analysis parameter. Hilangkan tanda centang pada pilihan Holliday + On Duty (allow) yakni memperbolehkan masuk kerja pada hari libur. Bagaimana?

Beberapa masalah di atas sering saya alami dalam kehidupan nyata (keluhan dari pelanggan/pemakai mesin sidik jari SPC Expert Series). Jika Anda memiliki pengalaman dan cara yang lain, silakan berbagi pada kolom komentar, pun jika ingin bertanya. Terima kasih.


=========
Author:
ariesrutung

Pengertian Wacana Menurut Para Ahli

Selamat bersua kembali teman-teman. Artikel yang saya bagikan kali ini memuat tentang definisi wacana menurut para ahli atau para pakar, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Isi tulisan ini sepenuhnya saya kutip dari salah satu buku, sebagaimana saya cantumkan dalam referensi di bawah ini. Selamat membaca dan mengopi!

Menurut Hawthorn (1992), wacana adalah komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah pertukaran di antara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya.

Fowler (1997) mengatakan bahwa wacana adalah komunikasi lisan dan tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang termasuk di dalamnya.

J. S. Badudu berpendapat bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan dengan, yang menghubungkan proposisi (ungkapan/pernyataan) yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Lebih lanjut dikatakan bahwa wacana adalah kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan dan tertulis.

Samsuri mengatakan bahwa wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan dan dapat pula menggunakan bahasa tulis.

Lull (1994) mengemukakan bahwa wacana adalah cara objek atau ide yang diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas.

Mills (1994) mengatakan bahwa wacana merupakan domain dari semua pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai makna dan mempunyai efek dalam dunia nyata; sekumpulan pernyataan yang dapat dikelompokkan dalam kategori konseptual tertentu; dan merupakan suatu praktik yang diatur untuk menjelaskan semua pernyataan.

KBBI (1997: 1265) mendefinisikan wacana sebagai (1) komunikasi verbal; percakapan, (2) keseluruhan tutur yang merupakan satu kesatuan, (3) satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti: novel, buku, artikel, pidato, atau khotbah, (4) kemampuan atau prosedur berpikir secara sistematis; kemampuan atau proses memberikan pertimbangan berdasarkan akal sehat, (5) pertukaran ide secara verbal.

Darma (2014) wacana merupakan suatu pernyataan atau rangkaian pernyatan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan dan memiliki hubungan makna antarsatuan bahasanya serta terikat konteks.

Alwi (2003: 419) berpendapat bahwa wacana merupakan rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain dan membentuk satu kesatuan.

Kridalaksana (1993:231), wacana adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hirarki gramatikal wacana merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.

Syamsudin (1992) mendefinisikan wacana sebagai rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental, maupun nonsegmental bahasa.


Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, saya dapat membuat kesimpulan tentang wacana, bahwasannya wacana merupakan bentuk komunikasi lisan dan tulisan yang memiliki kesatuan makna dan berkaitan antarkalimat yang saling berhubungan.


Referensi:
Darma, Y. Aliah. 2014. Analisis Wacana Kritis dalam Multiperspektif. Bandung: Reflika Aditama


==========
Author:
ariesrutung95

Kekeliruan Epistemologi

Kekeliruan epistemologi dapat diartikan sebagai ketidakpahaman seseorang dalam memaknai sesuatu. Hal ini tentu saja berkelindan dengan ilmu pengetahuan. Kekeliruan epistemologi secara leksikal merupakan kekeliruan pengetahuan. Artinya, pengetahuan yang didapatnya atau yang diucapkannnnya bertentangan dengan yang lazim dan benar. Kekeliruan epistemologi memiliki hubungan erat dengan kesalahan dan kekeliruan berbahasa. Pengetahuan berbahasa yang salah, jika dibiarkan akan terjadi salah kaprah. Di sisi hal ini, kekeliruan semacam ini sangat sulit diatasi karena si pembicara atau penulis tidak cukup memahami apa yang diucapkan dan/atau ditulisnya. Ia hanya akan berpedoman pada kelaziman sebuah terhadap penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam dunia kepenulisan, seoranag penulis yang tak mampu memahami asas penulisan yang jelas dan efektif, maka penulis tersebut tidak mampu menghadirkan efek perlokutif terhadap pembacanya, kendati menggunakan bahasa yang menurutnya sangat mudah dipahami. Perlokusi merupakan upaya seorang penulis agar apa yang ditulisnya menimbulkan respon tertentu terhadap pembacanya (Wahyu wibowo, 2012). Ketidakpandaian seorang penulis dalam merangkai kalimat akibat kuranngya penguasaan terhadap kaidah bahasa tulis dapat menyebabkan si penulis sering melakukan kekeliruan epistemologi.

Segala bentuk tulisan yang terdengar intelek dan hebat namun hampa makna, kerap kali kita dengar dari orang-orang atau buku-buku yang mengabaikan efek perlokutif. Oleh karena itu, refleksi yang cermat (hati-hati, jeli, akurat, saksama, telaten, pasti, teliti) perlu kiranya dilakukan dan/atau dimiliki seorang penulis sebelum memulai menulis apalagi memublikasikan tulisannya. Seorang penulis yang baik tidak saja memperhatikan jenis bahasa yang dipakai, tetapi juga perlu kiranya memikirkan hal-hal yang akan didapat oleh pembaca setelah membaca tulisannya. Niat pembaca diselubungkan melalui tulisannya dan dalam waktu yang sama, seorang pembaca setidak-tidaknya diedukasi oleh tulisan-tulisan yang ia baca. Dengan perkataan lain, tulisan paling sederhana dengan bahasa biasa pun harus mampu mendidik masyarakat pembacanya, terutama berkelindan dengan bahasa tulis yang didalamnya memuat pilihan kata, aturan penulisan, ketepatan ejaan, dan penempatan kata depan dan awalan yang tepat.

Dari sedikit persoalan di atas, penulis memiliki tanggung jawab secara tidak langsung, yakni mendidik pembacanya dan memberikan hal-hal yang baru yang mungkin belum banyak diketahui oleh pembacanya. Tugas penulis bukan mengikuti apa yang diinginkan oleh masyarakatnya (dibaca: pembaca/penikmat), tetapi dengan pengetahuan yang cukup, ia harus mampu membahasankan apa yang diketahuinya, meskipun bertentangan dengan pengetahuan orang banyak.

Pengetahuan itu harus merupakan sebuah kebenaran ilmiah dan bukan akal sehat. Dikatakan demikian karena acap kali akal sehat mengikuti atau menyesuaikan posisi dan keadaan di mana seorang penulis berada. Dengan perkataan lain, akal sehat mampu dicmpuri oleh oleh kepentingan. Akan tetapi, kebenaran ilmiah tidak mungkin demikian. Sebab, kebenaran ilmiah dilandaskan dari proses penelitian yang dilakukan secara prosedural, metodis, dan berdasarkan norma akaedmis. Di sisi hal ini, kebenaran ilmiah tidak mungkin terjadi kekeliruan epistemologi karena dilakukan dengan menggunakan metodologi. Kebenaran ilmiah dimungkinkan salah bila ada penelitian lain yang mampu membantah kebenarannya dan/atau menggungurkannya.


Referensi:
Wibowo, Wahyu. 2012. Tata Permainan Bahasa Dalam Karya Tulis Ilmiah.


==========
Author:
ariesrutung95

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA