Di Papua, tradisi makan sirih-pinang (selanjutnya disebut makan pinang) menjadi bagian yang tak terpisahkan dan menjadi informasi budaya masyarakat pelakunya. Tradisi makan pinang memiliki cara pandang tersendiri di bebagai budaya yang ada di Papua. Suku asli Papua di Nabire secara khusus atau barangkali masyarakat Indonesia secara umum, memercayai pinang dapat menguatkan gusi, gigi, dan menghilangkan bau mulut. Selain itu, dala tradisi buka kebun baru, pinang biasanya dipakai sebagai sesajian, bentuk komunikasi manusia atau masyarakat setempat kepada leluhur mereka, secara khusus mereka yang menjaga hutan atau pemilik hutan yang akan digunakan untuk bercocok tanam.
Batasan usia untuk mengonsumsi pinang dalam tradisi makan pinang di Papua tidak saja dilakukan oleh sesepuh, orang tua, orang dewasa, tetapi juga mereka yang berusia anak-anak dan remaja. Meskipun demikian, anak-anak, remaja, dan orang dewasa memiliki kebiasaan dan porsi yang berbeda dengan orang tua dan sesepuh. Hal ini dapat kita jumpai dan amati pada orang tua yang memiliki gigi berwarna hitam-kemerah-merahan akibat terlalu sering menongsumsi pinang.
Tradisi makan pinang – perpaduan buah/daun sirih, buah pinang yang dicampur dengan kapur, dikunyah, dan diludahkan sehingga menghasilkan bercak merah – merupakan kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun. Sejak dahulu hingga sekarang, bahan-bahannya tidak pernah berubah. Barangkali, cara makan pinang setiap orang saja yang berbeda-beda. Ada yang memakan sirih terlebih dahulu, diikuti pinang dan kemudian kapur, juga ada yang sebaliknya, pinang terlebih dahulu, kemudian secara berurutan sirih dan kapur.
==========
Author:
ariesrutung95
Post a Comment
Jangan lupa tinggalkan komentar. Kritiklah sesuka Anda!