1. Wacana Naratif
Wacana ini merupakan tuturan yang menceritakan atau menyampaikan suatu hal atau suatu kejadian dengan menonjolkan tokoh
pelaku, maksudnya untuk memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca. Kekuatan wacana ini terletak pada urutan cerita berdasarkan waktu dan cara-cara bercerita, atau diatur melalui plot. Dengan perkataan lain, wacana naratif dipergunakan untuk menceriterakan, mementingkan urutan waktu, dituturkan pertama atau ketiga dalam waktu tertentu. Berorientasi pada pelaku dan keseluruhan bagian diikat oleh kronologis.
2. Wacana Prosedural
Wacana ini merupakan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan yang tidak boleh dibolak-balik unsurnya karena urgensi unsur-unsur terdahulu menjadi landasan unsur berikutnya. Wacana ini biasanya disusun untuk menjawab pertanyaan bagaiman sesuatu bekerja atau terjadi, atau bagaiman mengerjakan sesuatu. Tokohnya boleh orang dan yang dilukiskannya tidak terikat dengan urutan waktu. Dengan perkataan lain, wacana prosedural memberikan petunjuk/keterangan bagaimana sesuatu harus dilakukan.
3. Wacana Ekspositori
Wacana ini merupakan rangkaian tuturan yang bersifat memaparkan suatu pokok pikiran. Pokok pikiran itu lebih dijelaskannya lagi dengan cara menyampaikan uraian bagian-bagian atau detailnya. Tujuan pokok yang ingin dicapai dalam wacana ini adalah tercapainya pemahaman akan sesuatu secara lebih jelas, mendalam, dan luas daripada sekadar pertanyaan yang bersifat global atau umum. Kadang-kadang wacana itu dapat berbentuk ilustasi dengan contoh, berbentuk perbandingan, berbentuk uraian kronologis, dan dengan penentuan ciri-ciri (identifikasi). Orientasi pokok wacana ini lebih kepada materi, bukan pada tokohnya. Wacana ekspositorik menjelaskan sesuatu secara informative dengan menggunakan bahasa cenderung denotatif dan rasional.
4. Wacana Hortatori
Wacana ini merupakan rangkaian tuturan yang isinya bersifat ajakan atau nasihat. Kadang-kadang tuturan ini bersifat memperkuat keputusan atau agar lebih meyakinkan. Yang menjadi tokoh penting dalam wacana jenis ini adalah orang kedua. Wacana ini tidak dapat disusun berdasarkan waktu, tetapi merupakan hasil atau produksi suatu waktu. Wacana jenis ini lebih menekankan upaya untuk memengaruhi pendengar/pembaca agar tertarik terhadap pendapat yang dikemukakan (persuatif).
5. Wacana Deskriptif
Wacana ini merupakan rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu ataub melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman atau pengetahuan penuturnya. Tujuan yang ingin dicapai oleh wacana ini adalah tercapainya penghayatan yang agak imajinatif terhadap sesuatu, sehingga pendengar atau pembaca merasakan seolah-olah ia sendiri mengalami atau mengetahuinya secara langsung. Uraian pada wacana deskriptif ini ada yang memaparkan sesuatu secara objektif dan ada juga yang memaparkannya secara imajinatif. Pemaparan yang pertama bersifat menginformasikan sebagaimana apa adanya, sedangkan yang kedua dengan menambahkan daya khayal. Oleh karena itu, yang kedua itu banyak dijumpaik dalam karya sastra, seperti novel dan cerpen.
****
Contoh Wacana Deskriptif: Sagu (Metroxilon spp.)
Tumbuhan sagu merupakan tanamam pengahsil karbohidrat dari famili arececeae dan palmae selain pohon aren, lontar, dan palma. Tumbuhan sagu dikenal sebagai penghasil tepung sagu yang merupakan bahan baku pembuatan makanan khas beberapa darah di Indonesia, terutama Indonesia Timur. Beberapa daerah di Indonesia memiliki hutan sagu yang tersebar dan tumbuh secara liar. Luas areal tanaman sagu di dunia lebih kurang 2.187.000 hektar, tersebar mulai dari Pasifik Selatan, Papua Nugini, Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Sebanyak 1.111.264 hektar diantaranya terdapat di Indonesia. Daerah yang terluas adalah Irian Jaya, menyusul Maluku, Sulawesi, Riau, Kalimantan, Kepulauan Mentawai, dan daerah lainnya.
Sebagai sumber pati, sagu mempunyai peranan penting sebagai bahan pangan. Pemanfaatan sagu sebagai bahan pangan tradisional sudah sejak lama dikenal oleh penduduk di daerah penghasil sagu, baik di Indonesia maupun di luar negeri seperti Papua Nugini dan Malaysia. Produk-produk makanan sagu tradisional dikenal dengan nama papeda, sagu lempeng, buburnee, sagu tutupala, sagu uha, sinoli, bagea, dan sebagainya. Sagu juga digunakan untuk bahan pangan yang lebih komersial seperti roti, biskuit, mie, sohun, kerupuk, hunkue, bihun, dan sebagainya.
Pati sagu dalam industri digunakan sebagai bahan perekat. Pati sagu juga dapat diolah menjadi alcohol. Alcohol dapat digunakan untuk campuran bahan bakar mobil, spirtus, dan campuran lilin untuk penerangan rumah. Alcohol juga dapat digunakan dalam bidang kedokteran, industri kimia, dan sebagainya. Pati sagu dapat juga digunakan untuk makanan ternak, bahan pengisi dalam industri plastik, diolah menjadi protein sel tunggal, dekstrin ataupun Siklodekstrin untuk industri pangan, kosmetik, farmasi, pestisida, dan lain-lain.
Selain untuk bahan bangunan dan bahan bakar, limbah batang sagu dapat diolah menjadi briket untuk industri kimia. Ampasnya dapat pula menjadi bahan bakar, medium jamur, hard board, dan sebagainya. Bagi masyarakat di suku pedalaman, bagian tubuh tumbuhan sagu dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan bangunan. Pelepah dipakai sebagi pagar atau dinding rumah, daun untuk atap atau pelindung, kulit dan batang di gunakan sebagai bahan bakar, sagu (epung) digunakan sebagai olahan berbagai makanan dan pakan ternak.
Sagu memiliki tinggi batang mencapai 15 – 20 meter dengan diamater batang sekitar 40-60 cm. Ukuran panjang dan diamtere demikian mampu mencapi berat sekita 1-2 ton. Pelepah daun hampir menyerupai pohon kelapa, bagian pangkal runcing dan warna daun hijau muda hingga tua. Bunga tanaman sagu majemuk berwarna sawo atau kecoklatan matang dan empulur tanaman ini lunak dan berwarna putih.
Darma, A. Yoce. 2014. Analisis Wacana Kritis dalam Multiperspektif. Bandung: PT Reflika Aditama.
==========
Author:
ariesrutung95
Post a Comment
Jangan lupa tinggalkan komentar. Kritiklah sesuka Anda!