Upaya mengevaluasi mutu tulisan masih dianaktirikan | Anak Pantai

Upaya mengevaluasi mutu tulisan masih dianaktirikan

Ketika kita mendengar kata evaluasi, yang muncul pertama kali di kepala kita adalah ujian atau tes. Selalu ada makna ujian/tes di dalam kata tersebut (evaluasi), sebab evaluasi selalu dilakukan dengan cara mengadakan tes/ujian. Akan tetapi, pengertian itu tidak cukup dan tidak mencakup makna  kata evaluasi yang sesungguhnya. Lebih dari pengertian di atas, evaluasi merupakan proses mengukur, menilai, dan/atau menimbang suatu objek berdasarkan kriteria-kriteria yang jelas. Sejalan dengan itu, Gilbert Sax (1990) dalam (Arfin 2011: 6) mengatakan bahwa evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan mutu/kualitas dari sesuatu berdasarkan kriteria  dan pertimbangan tertentu dalam membuat keputusan. Objeknya bermacam-macam, bisa manusia, hasil kerja manusia, dan lain sebagainya.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahwa dalam mengadakan evaluasi, perlu adanya kriteria. Kriteria ini sangat penting dibuat oleh evaluator dengan pertimbangan (a) hasil evaluasi dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (b) evaluator lebih percaya diri (c) menghindari adanya unsur subjektifitas atau keberpihakan  (d) memungkinkan hasil evaluasi akan sama sekalipun dilakukan pada waktu dan orang yang berbeda, dan (e) memberikan kemudahan bagi evaluator dalam melakukan penafsiran hasil evaluasi (Asrul dkk. 2014: 2-3)

Dalam konteks menulis, evaluasi merupakan suatu proses/upaya mengukur dan menilai sebuah tulisan dengan tujuan menentukan mutu/kualitasnya, terutama mengenai nilai dan arti tulisan tersebut. Dari kegiatan evaluasi, kita akan memperoleh gambaran kualitas sebuah tulisan. Bahkan lebih dari itu, kita bukan hanya memperoleh gambaran kualitas tulisan, tetapi juga dapat memberi nilai kepada subjek yang menghasilkan tulisan itu bertalian dengan aspek kognisi, afektif, dan/atau psikomotoriknya.
Gambar 1. Evaluasi_mutu_tulisan
Hari ini, (terutama di lingkungan kampus) setiap tulisan yang dihasilkan justru berada dalam situasi seperti sedang tidak dievaluasi. Argumen ini mempunyai dasar. Memang ada feedback dari para evaluator yang bentuknya berupa nilai. Tetapi, nilai saja tidak cukup untuk meningkatkan mutu sebuah tulisan. Yang bisa dibaca dari luar yaitu nilai tinggi pasti memenuhi kriteria evaluasi, sedangkan yang yang tidak, barangkali jauh dari kriteria. Hanya sampai di situ batasannya. Lalu, orang akan bertanya, apakah nilai yang didapat memang betul-betul mencerminkan tulisan yang diproduksi? Nilai tinggi, mutu tulisannya sempurna (berdasarkan aturan/sistematika penulisan, penggunaan bahasa tulis, dan keterbacaan tulisan) sedangkan nilai rendah, jauh dari kesempurnaan. Atau justru ada unsur subjektifitas atas nilai yang diperoleh sehingga muncul nilai-nilai siluman? Juga orang tidak pernah tahu, apakah nilai yang diperoleh adalah nilai kualitatif atau kuantitatif?

Permasalahan itu yang harus betul-betul kita atasi. Bentuk feedback dari para evaluator seharusnya tidak saja bertumpu pada nilai. Mesti ada bentuk umpan balik yang lain yang harus diberikan kepada tulisan yang dievaluasi. Harus lebih diutamakan penilaian kualitatif daripada kuantitatif. Sebab yang terjadi hari ini, sebuah tulisan dibuat hanya untuk mendapatkan nilai semata dan sebagai suatu sayarat untuk menduduki tingkatan tertentu. Juga tidak berarti bahwa tulisan yang diproduksi tidak dievaluasi oleh para evaluator. Mungkin ada, tetapi hanya sekadar sebagai ukuran dan bahan pertimbangan dalam memberikan nilai. Tidak ada upaya lanjut agar tulisan itu bisa ditingkatkan lagi mutunya. Orang tidak mengetahui di mana letak kesalahan tulisannya sehingga mendapat nilai buruk atau apa keunggulan tulisannya sehingga memperoleh nilai yang baik. Ini justru akan menciptakan kesenjangan antara kedua belah pihak, yang memperoleh nilai tinggi dan yang tidak beruntung.

Dari permasalahan di atas, sudah jelas arah evaluasinya ke mana. Untuk mengevaluasi mutu tulisan, akan tidak cukup jika hanya menggunakan satu parameter. Oleh sebab itu, sebagai bentuk saran, mesti ada satu wadah yang menampung segala tulisan atau hasil karya apapun dalam bentuk tulisan. Wadah itu berisi semua tulisan dan dikelola oleh mereka yang profesional di bidang tulis menulis. Upaya ini tidak hanya mendapatkan nilai bagi yang menulis, tetapi ia akan tahu (setidak-tidaknya) di mana letak kesalahan penulisannya, dan mengapa ia mendapkan nilai yang baik.

Referensi:
Asrul, dkk. 2014. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Ciptapustaka Media.


==========
Oleh:
ariesrutung95

Post a Comment

Jangan lupa tinggalkan komentar. Kritiklah sesuka Anda!

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA